Senin, 01 Agustus 2011

Sifat-sifat Wajib bagi Allah

Sifat yang wajib di miliki oleh Allah yang harus kita ketahui ada sebanyak 20. Sifat-sifat itu adalah :

1. Wujud (Ada)
Dari segi bahasa sifat Allah ini mempunyai arti “ada”. Yang dimaksud dengan “ada” antara Allah dengan makhluk itu berbeda. Adanya makhluk termasuk diri kita karena ada yang menciptakan. Sedangkan “ada” untuk Allah adalah ada, tetapi tidak ada yang menciptakan. Kita telah berbohong pada diri kita sendiri bila kita mengatakan bahwa seluruh makhluk dan ala mini tidak ada yang menciptakan. Padahal Allah swt. yang telah menciptakan kita dan semua makhluk di dunia ini karena hal ini merupakan aksioma (kebenaran nyata) yang tidak dapat diingkari lagi.
Tidak seperti halnya kejadian makhluk atau seluruh alam ini, adanya wujud Dzat Allah itu tidak bersebab. Sedangkan seluruh makhluk dan alam ini disebut dengan hudus (sesuatu yang baru). Kita dapat mengatakan bahwa semua ini baru karena adanya yang menciptakan (membarukan), yaitu Allah swt. Oleh karena itu wajib bagi akal kita untuk menerima bahwa Allah swt. Itu Wujud.
Dalam membahas sifat wujud bagi Allah swt. ini tidak hanya orang islam saja yang harus mempercayai tentang sifat wujud-Nya Allah swt., namun golongan orang-orang kafir pun percaya adanya Tuhan.
Allah swt. berfirman:
Jika kamu bertanya kepada orang-orang kafir itu, siapakah yang menjadikan langit dan bumi ini? Niscaya mereka akan berkata : Allah. (Q.S. Luqman 25)

Dari ayat itu kita melihat bahwa sebenarnya orang kafir juga mengakui adanya Tuhan. Tetapi pengakuan mereka berbeda dengan pengakuan kita. Kalau menurut kita Tuhan mereka tidak sama dan tidak menyerupai segala sesuatu. Sedangakn bagi mereka, Tuhan dapat digambarkan dalam berbagai bentuk, antara lain digambarkan dalam bentuk patung, ular, gajah, bulan, bintang dan sebagainya.
Oleh karena itu keyakinan seperti ini merupakan keyakinan yang sesat dan syirik. Walaupun mereka mengakui adanya Tuhan, tetapi pengakuan mereka itu tidak sah. Dan nantinya mereka akan mati dalam kekufuran dan neraka tempatnya yang abadi.
Jika ada orang berpendapat bahwa Allah swt. itu A’dam (tidak ada), maka akal tidak menerimanya. Akal akan dapat menerima kalau orang tersebut mengatakan Allah itu wujud. Hakikatnya, adanya Allah itu hukumnya wajib. Dan kita harus meyakini adanya Dzat Allah. Jangan sampai kita tergelincir, karena jika tergelincir oleh salah satu sebab, maka tergelincirlah akidah. Kita akan menjadi orang yang sesat.
Mempunyai rasa bertuhan adalah fitrah manusia. Tetapi dalam mengenal Tuhan janganlah dengan cara berkhayal sebagaimana yang mereka orang-orang kafir lakukan.
Jadi, sebenarnya setiap orang dalam hati nuraninya mengakui bahwa Tuhan itu ada. Meskipun ada orang yang tidak mengakuinya adanya Tuhan karena membenci agama, misalnya membenci Islam atau Kristen karena suatu sebab.
Kita dapat melihat orang-orang kafir yang atheis, pada saat mereka tertimpa musibah atau mereka sakit yang tidak juga sembuh maka mereka akan berdoa untuk kesembuhannya meskipun dia tidak langsung menyebut nama Tuhan. Mereka tetap meyakini adanya Dzat yang mempunyai kekuasaan. Tetapi apabila peremintaan mereka dikabulkan maka mereka tetap kafir dan merasa tidak lagi membutuhkan Dzat itu.
Lawan dari sifat wujud ini adalah ‘adam. Sifat ini merupakan sifat mustahil bagi Allah. ‘Adam artinya tidak ada. Karena adanya makhluk dan alam semesta ini pasti ada yang menciptakan. Allah lah yang menciptakannya. Jika Allah tidak ada maka tidak aka nada makhluk dan alam semesta ini.
Maka sepatutnya lah bagi setiap mu'min yang mempunyai keyakinan yang benar untuk senantiasa ingat kepada Allah pada setiap kali memandang segala sesuatu yang maujud (berwujud) di alam ini.

2. Qidam (Terdahulu)
Allah itu Qidam (Terdahulu). Mustahil Allah itu Huduts (Baru). Buktinya ialah bahwa andaikan Allah swt. termasuk golongan baru, Allah swt. membutuhkan muhdits atau yang menciptakan dan muhditsnya pun membutuhkan muhdits yang lain. Dengan demikia seterusnya. Kalau itu terjadi, maka hal tersebut akan berputar-putar tanpa ada keputusan akhirnya. Perputaran atau rangkaian itu dianggap muhal bagi akal kita. Jadi, apa yang menyebabkan adanya perputaran atau rangkaian itu pun akan dihukumi muhal pula. Karena menimbulkan paham bahwa Allah itu baru. Sekiranya Allah swt. itu mustahil baru, maka yang wajib bagi-Nya ialah Allah swt. itu qidam yakni Mahadahulu.
Perputaran itu mustahil terjadi. Perputaran atau daur ialah keberadaan suatu benda bergantung pada benda lain. Dengan demikian, satu dari keduanya itu ada sebelum ada sebabnya. Kalau kita kita perpanjang tentang adanya Allah swt. bahwa Allah swt. menjadi tempat bergantung bagi wujudnya alam dan adanya Allah swt. bergantung pada adanya alam itu, maka timbul dalam pikiran kita bahwa alam itu harus ada sebelum adanya Tuhan, dan Tuhan menjadi sebab adanya alam. Dengan perkataan lain, alam itu harus ada sebelum ada dzat-Nya, bukankah ini jelas batil dan salah.
Adapun tentang rangkaian atau tasalsul itu ialah berturut-turutnya semua hal dalam keniskalan, hingga tidak ada putu-putusnya. Akal memustahilkannya karena tasalsul tersebut akan menyebabkan kemuhalan, dan yang menyebabkan muhal itu pun muhal pula.
Maka kesimpulannya ialah bahwa Tuhan yang mewujudkan alam ini tidak bergantung pada adanya sesuatu yang lain, sebab kalau bergantung kepada yang lain, maka harus terjadilah perputaran sebagaiman uraian diatas. Juga tidak masuk dalam akal kita tentang adanya tasalsul, yakni adanya Tuhan bergantung pada adanya benda lain, dan benda lain ini bergantung pula kepada benda lain lagi dan demikian seterusnya tanpa ada penghabisannya sama sekali.
Oleh sebab itu jelaslah bahwa perputaran maupun tasalsul adalah muhal. Demikian pula sesuatu yang menyebabkan terjadinya daur atau tasalsul, misalnya, bahwa Allah itu baru dan bergantung pada yang lainnya. Kalau barunya Allah swt. itu mustahil, maka Allah memiliki sifat sebaliknya, yaitu Allah swt. itu adalah Mahadahulu (Qadim), karena tidak ada sama sekali titik persamaan antara baru dan dahulu itu. Kewajiban dahulunya Allah swt. serta kemustahilan baru-Nya itulah yang dimaksudkan.
Setelah jelas bahwa Allah itu wajib dahulu dan mustahil baru, maka kita perlu ketahui bahwa dahulunya Allah swt. itu adalah karena Dzat-Nya sendiri dan bukanlah karena yang lain-Nya. Oleh karena itu, Allah adalah awal. Dia sudah ada jauh sebelum langit, bumi, tumbuhan, binatang, dan manusia lainnya ada. Tidak mungkin Tuhan itu baru ada atau lahir setelah makhluk lainnya ada.

3. Baqa’
Al-Baqa’ mempunyai arti kekal. Jadi sifat Allah itu senantiasa kekal dan ada. Kekalnya Allah adalah kekal yang haqiqi yaitu kekal yang sebenar-benarnya, karena Allah tidak ada yang menciptakan dan Allah juga tidak aka nada yang menghancurkan, mematikan, dan memusnahkannya. Disamping itu Baqa’ pada Allah swt. tidak ada kesudahannya atau tidak ada akhirnya.
Ada juga yang mempunyai sifat kekal tetapi tidak mempunyai sifat qidam. Antara lain arsy, roh, kalam, luh mahfudz, surga, neraka, ajbuzzanab (tulang kecil sebesar biji sawi yang berada di sulbi manusia, merupakan benih anak manusia. Tulang inilah yang tidak bisa musnah karena dibangkitkan dari kubur kelak), jasad nabi/rasul, serta orang mati syahid. Dzat-dzat tersebut memiliki kekekalan yang ardhi, bukan kekekalan haqiqi. Jadi sifat-sifat Allah swt. antara yang satu dengan yang lainnya adalah saling terkait. Kita harus bisa membedakan sifat kekal Allah swt. dengan sifat kekalnya surga, neraka, dan lain-lainnya.
Untuk mengetahui perbedaan sifat kekekalan ini kita dapat membaginya, antara lain :
a. Tiada permulaan dan tiada kesudahan ialah zat dan sifat Allah swt.
b. Ada permulaan tetapi tiada kesudahan yaitu surga, neraka, arsy, dan lain sebagainya seperti yang telah disebutkan di atas.
c. Ada permulaan dan ada kesudahan yaitu semua makhluk yang ada selain dari contoh sepuluh di atas.

Sifat mustahil dari sifat baqa’ ini adalah fana. Yang dimaksud fana adalah rusak. Allah swt. berbeda dengan makhluknya, kalau makhluk akan mati dan hancur, sedangkan Allah swt. tidak akan musnah dan hancur.

4. Mukhalafatuhu lil hawadisi
Arti dari Mukhalafatuhu lil hawadisi adalah berbeda dengan makhluk. Jadi Allah swt. tidak mungkin sama dengan makhluk atau segala sesuatu yang mempunyai sifat baru.
Perbedaan Dzat Allah swt. dengan makhluk itu tidak hanya dari segi Dzat-Nya, tetapi juga dari segi sifat dan perbuatan-Nya pula. Apabila dilihat dari Dzat-Nya, Allah swt. tidak berjisim (berjasad), sedangkan makhluk mempunyai jasad. Jasad adalah zat yang mempunyai ruang dan bentuk. Semua benda seperti diri kita, tempat tidur, kamar, air dan lain-lain adalah jasad. Berbeda dengan Dzat Allah yang sama sekali tidak membutuhkan bentuk atau ruang karena Dzat-Nya bukan jisim.
Kadang kita berpikir bagaimanakah bentuk dari Dzat Allah swt., wallahu a’lam. Pikiran manusia tidak akan mampu menjangkau persoalan tersebut. Kita hanya diwajibkan untuk mempercayai dan meyakini adanya Dzat Allah swt. menurut ilmu tauhid. Jangan biarkan pikiran-pikiran kita membayangkan tentang hal-hal yang berhubungan dengan bentuk Allah. Sesungguhnya yang demikian itu dilarang oleh syara’.
Selain itu Dzat Allah juga bukan aradhi, artinya Dzat Allah swt. bukan merupakan sifat. Sifat tidak boleh berdiri di atas sifat, seperti halnya sifat wajib Allah swt. yang 20 tersebut tentu tidak boleh berdiri pada sifat. Yang benar adalah sifat-sifat Allah itu berdiri di atas Dzat. Sedangkan Dzat Allah itu tetap Dzat bukan sifat atau aradhi. Bila kita berkeyakinan bahwa Dzat Allah itu sifat atau aradhi maka dengan sendirinya kita akan mengesampingkan semua sifat-sifat Allah yang ada.
Lawan dari sifat ini adalah mumatsalatu lil hawaditsu, artinya bahwa Allah swt. sama dengan makhluk. Apabila ada orang yang mempunyai keyakinan bahwa Allah swt. itu serupa dengan makhluk, baik sama dalam Dzat-Nya, sifat-Nya, atau perbuatan-Nya, maka orang tersebut dapat digolongkan menjadi orang yang musyrik. Jauhilah sifat-sifat ini karena tidak akan diampuni dosanya.

5. Qiyamuhu Binafsihi
Arti dari sifat ini adalah berdiri sendiri. Allah swt. tidak membutuhan dan tidak memerlukan apa pun. Allah swt. mempunyai sifat dahulu, jadi tidak ada yang menjadikannya dan tidak perlu ada yang menjadikan. Karena jika Allah swt. dijadikan menjadi yang baru, berarti Allah swt. itu bukanlah Tuha. Sebab ia bisa diciptakan.
Allah Maha Kaya dan Dia tidak memerlukan sesuatu untuk kekayaannya. Allah swt. tidak memerlukan perintah atau larangan. Tetapi yang membutuhkan perintah dan larangan itu adalah makhluk. Karena Allah swt. yang membuat peraturan berupa perintah atau larangan. Peraturan ini dibuat untuk keselamatan manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Dari peraturan yang diciptakan-Nya itu, Allah swt. tidak membutuhkan manfaat apapun. Allah swt. tidak akan untung atau rugi apabila semua manusia mau mematuhi perintah-Nya atau semua manusia melanggar larangan-Nya. Sebenarnya yang mendapatkan untung atau rugi itu adalah manusia itu sendiri.
Semua peraturan yang dibuat Allah swt. untuk manusia itu adalah kelebihan dan rahmat serta kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Kasih sayang Allah swt. tidak ada bandingnya. Rasululllah saw. bersabda dalam hadits qudsinya bahwa Allah swt. berfirman : “Aku lebih sayang hamba-Ku melebihi seorang ibu sayang kepada anaknya”.
Sifat mustahil dari sifat ini adalah ikhtiaju lighairi, yang artinya membutuhkan makhluk. Melihat dari keterangan di atas jelaslah yang membutuhkan sesuatu adalah makhluk bukan Khaliq (Allah swt).

6. Wahdaaniyah
Allah Esa pada Dzat-Nya. Wahdaniyah berarti Esan atau tunggal. Yang dimakusd dengan tunggal disini bukanlah satu (dalam bilangan). Karena satu dalam bilangan ini berarti mempunyai kelanjutan seperti dua, tiga, empat dan seterusnya. Tunggal (bagi Allah) mempunyai makna tersendiri. Oleh para ulama tauhid mengatakan hal tesebut berdasarkan firman Allah.
Katakanlah olehmu (Muhammad), Allah itu Esa. (Q.S. Al-Ikhlas 1)

Pengertian esa dalam hal ini luas sekali dan lebih menyeluruh. Diantaranya :
a. Allah itu tunggal/Esa pada Dzat-Nya,
b. Allah itu tunggal pada Sifat-Nya, dan
c. Allah itu tunggal dalam perbuatannya.
Dari pengertian-pengertian di atas yang dimaksud dengan tunggal adalah tidak berhubung dan tidak bercerai-berai. Dengan kata lain, Dzat Allah itu bukan terdiri dari susunan-susunan tertentu. Allah swt. bukanlah terbentuk dari susunan semisal daging, tulang, pembuluh darah, dan kulit. Tetapi Allah itu Dzat yang satu, yang Esa.
Allah swt. tidak mempunyai sekutu, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Ikhlas yang menerangkan bahwa Allah swt. itu tidak beranak dan juga tidak diperanakkan. Allah juga tidak mempunyai sifat trinitiy (tiga) seperti yang diajarkan oleh orang-orang yang beragama Nasrani. Jika tuhan lebih dari satu maka dunia dan alam semesta ini akan kacau dan berantakan, bahkan hancur karena masing-masing pasti mempunyai kehendak sendiri-sendiri.
Allah juga mempunyai Esa sifat-Nya. Yang dimaksud Esa pada sifat-Nya yaitu bahwa tiap-tiap satu sifat Allah itu adalah Esa. Misalnya, Allah swt. itu Esa pada wujudnya, Qidamnya Allah itu Esa, Qudratnya Allah juga Esa dan sifat-sifat Allah lainnya juga Esa.
Sifat mustahil dari sifat Wahdaniyah adalah ta’addud yang artinya lebih dari satu.
Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu'min yang memiliki keyakinan yang benar untuk melihat dan meyakini bahwa setiap kejadian yang ada di dalam itu semua merupakan fi'il (perbuatan) Allah semata.

7. Qudrat
Sifat Tuhan yang lain adalah Qudrat atau Maha Kuasa. Allah wajib bersifat kuasa dan mustahil sebaliknay yakni, ajz atau lemah. Qudrah adlah sifat yang qadim yang berdiri sendiri dengan Dzat Allah swt. sendiri. Dengan sifat Qudrah itulah, Allah mengadakan sekalian hawadits atau melenyapkannya. Adapun dalil Qudrahnya Allah swt. ialah bahwa Allah mengadakan alam serta apa saja yang terdapat di dalamnya ini, dengan berbagai keadaan, misalnya alam binatang, alam tumbuh-tumbuhan, alam logam yang mengandung berates-ratus ribu macam yang menyebabkan setiap orang tertarik untuk menyeledikinya. Karena itu sangat mustahil kalau Dzat yang mengadakan alam yang dengan keagungan dan kebenaran ini bersifat lemah atau ‘Ajz serta tidak kuasa. Karena itu, jelaslah bahwa Allah swt. sebagai Tuhannya sekalian alam semesta ini, bersifat kuasa atau Qudrah dan mustahil sebaliknya, yakni ‘Ajz atau lemah.
Maka sepatutnya bagi setiap Mu'min yang memiliki keyakinan yang benar untuk tidak takabbur dan membangga-banggakan diri. Bahkan hendaknya ia bersikap tawadhu' dan banyak takutnya kepada Allah Yang Mahakuasa.

8. Iraadah
Sifat Allah adalah Iraadah (Maha Berkehendak). Allah melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Mustahil Allah itu Karoohah (Melakukan sesuatu dengan terpaksa). Iraadah adalah sifat Qadim yang berdiri dengan Dzat Allah sendiri, dan dengan iraadah-Nya itulah Allah menentukan sesuatu yang wenang (jaiz) dengan apa yang wenang (jaiz) pula untuk dilakukannya. Adapun dalil iraadahnya Allah ialah bahwa ala mini tidaklah terjadi dengan sendirinya, tetapi ada yang menciptakannya yaitu Allah swt. yang Mahasuci. Kalau demikian, dapatlah kita katakana, bahwa barunya ala mini adalah dari Allah swt. dan dilakukan dengan jalan iraadah dan ikhtiar Allah swt. dan ditentukan pula waktu menciptanya itu. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan tanpa iraadah serta ihtiar-Nya, sebab bila tidak demikian pastilah akan dikatakan pula bahwa alam ini juga dahulu, karena adanya itu disebabkan oleh Allah swt.
Karena itu, sama sekali tidak boleh dianggap bahwa adanya alam ini dengan tanpa iraadah dan ikhtiar Allah karena Allah Maha Berkehedak serta mempunyai pemilihan untuk kehendak-Nya itu dan mustahillah sebaliknya, yakni Karaahiyah atau terpaksa.

9. Ilmu
Allah itu berilmu (Maha Mengetahui). Ilmu Allah adalah tidak terbatas. Allah swt. mempunyai pengetahuan pada setiap perkara, baik yang terperinci dan menyeluruh, maupun tidak. Bahkan Allah swt. dapat mengetahui secara pasti tentang suatu perkara yang tidak berkesudahan.
Yang menciptakna ilmu adalah Allah swt. sendiri. Lalu diberikan kepada makhluk yang dikehendakinya, diantaranya adalah manusia. Apabila ada seseorang yang telah mendapatkan ilmu, berarti Allah swt. berkehendak kepada makhluk tersebut untuk memberikan ilmu-Nya. Jadi jika ada seseorang yang memiliki ilmu tetapi tidak dimanfaatkan sesuai dengan harapan Allah swt. berarti orang itu sangat dzalim dan tidak tahu diri. Artinya, tidak dimanfaatkan untuk kebaikan. Sangatlah congkak jika orang mempunyai ilmu kemudian menggunakan ilmunya untuk bermaksiat, yang hanya akan menimbulkan kemurkaan Dzat yang memberinya ilmu itu sendir, yaitu Allah swt.
Kita harus mengetahui bahwa ilmu yang kita miliki itu semata-mata karena pemberian Allah. Jika dibandingkan dengan ilmu Allah maka Ilmu yang kita miliki sangatlah kecil sekali. Kehebatan otak seseorang tidak akan mampu menandingi ilmu yang dimiliki Allah. Contohnya : sejak dahulu hingga sekarang orang-orang penasaran terhadap roh. Mereka melakukan penelitian. Yang mana penelitian ini merupakan penggabungan dengan teknologi canggih. Namun soal roh, hanya Allah swt. saja yang tahu. Tak akan mungkin manusia mampu mengungkap keajaiban roh.
Iman kita kepada Allah swt. tidak boleh dikalahkan oleh ilmu dan kepandaian. Karena jika ilmu (logika) mengalahkan keimanan, maka semuanya akan dilogikakan. Padahal ada sisi lain yang tidak mampu dijabarkan secara rasional.
Sifat mustahil dari ilmu adalah jahlun yang mempunyai arti bodoh. Tidak mungkin Allah swt. mempunyai sifat bodoh. Padahal makhluk mempunyai ilmu dan kepandaian, apalagi Allah swt. sebagai Khaliq.
Maka sepatutnya bagi setiap Mu'min yang memiliki keyakinan yang benar untuk memperbanyak rasa takut melakukan perbuatan maksiat kepada Allah, karena tidak ada suatu pun perbuatan yang terluput dari pengetahuan Allah.

10. Hayaat
Allah itu Hayaat (Maha Hidup). Hidup-Nya Allah berbeda dengan hidupnya makhluk. Hidup bagi Allah swt. adalah hidup tidak memerlukan nafas. Sedangkan hidup bagi makhluk selalu memerlukan nafas. Allah swt. hidup tidak membutuhkan unsur-unsur seperti roh, air, api atau angin. Allah swt. hidup tanpa makan dan minum. Namun makhluk tak akan bisa hidup tanpa makan dan minum.
Allah swt. tidak ada yang menciptakan, sedangkan makhluk adalah sesuatu yang baru karena mereka diciptakan. Jika Allah swt. hidup bergantung pada makanan, minuman, nafas, nyawa dan unsur-unsur lainya, maka Allah swt. termasuk sesuatu yang baru. Apabila Allah swt. baru, maka logikanya Allah juga mempunyai sifat baru. Padahal sesuatu yang bari itu ada yang menciptakan. Maka siapakah yang menciptakan Allah swt.? jawabannya, Allah swt. tidak ada yang menciptakan dan Allah swt. hidup tidak bergantung kepada apa pun dan siapa pun.
Sifat Hayat bagi Allah ini menjadi syarat pada hukum akal bagi segala sifat ma’ani. Sifat ma’ani adalah yang kita katakana sebagai idrak, yaitu qudrat, iradah, ilmu, hayat, sama’, basher, dan kalam. Jadi yang mengesahkan segala sifat ma’ani adalah segala sifat Hayat bagi Allah swt. jika Allah tidak mempunyai sifat Hayat, maka tentulah tidak ada sifat ma’ani. Berarti penggantungan sifat ma’ani itu adalah sifat hayat. Misalnya bisa ada orang yang mati, maka penglihatannya, pendengarannya, kekuatannya, kehendaknya serta kata-katanya dan ilmunya, semuanya akan tamat dan akan berakhir.
Sifat mustahil dari sifat hayat adalah mautun yang berarti mati. Sangatlah tidak mungkin Allah swt. mati. Meskipun tanpa makan, minum, dan bernafas, Allah swt. tetap mempunyai sifat hayat.

Maka sepatutnyalah bagi setiap Mu'min yang memiliki keyakinan yang benar untuk senantiasa berserah diri (bertawakkal) kepada Allah Yang Maha Hidup dan Yang tidak akan mati.

11. Sama’
Allah bersifat Sama’ (Maha Mendengar). Mustahil Tuhan bersifat Shomam (Tuli).
Sama’ bagi Allah adalah sifat yang qadim dan berdiri sendiri dengan Dzatnya sendiri dan cara mendengarnya bukanlah dengan menggunakan telinga atau alat pendengaran biasa. Allah swt. mampu mendengar dengan jarak jauh ataupun dekat. Ada suara atau tidak, Allah mampu mendengar. Allah swt. juga dapat mendengar bisikan atau apa yang terdapat di hati manusia. Dengan itu terbukalah bagi-Nya semua apa yang terdengar di alam dan seisinya ini. Buktinya bahwa Allah itu Maha Mendengar ialah bahwasanya sifat tuli itu adalah suatu kekurangan dan bahwa Allah Maha Pnecipta alam yang sempurna dan bahkan sebagian makhluk-Nya diberi kekuatan untuk mendengar yang merupakan kenikmatan yang terbesar, maka sangat mustahillah kalau Dia memiliki kekurangan.
Maka sepatutnya bagi setiap Mu'min yang memiliki keyakinan yang benar untuk senantiasa takut (memelihara diri dari) berkata-kata yang haram, karena sesungguhnya Allah Maha Mendengar segala perkataan hamba-Nya.

12. Bashar
Yang dimaksud dengan sifat Bashar artinya Maha melihat. Lawannya adalah ‘Ama atau buta. Tetapi kita tidak boleh berpikiran bahwa Allah mempunyai dua pasang mata. Sangatlah berbeda sekali antara ‘melihatnya’ Allah dengan ‘melihatnya’ makhluk. Allah melihat tidak menggunakan mata seperti kita ini. Allah melihat tidak memerlukan bantuan cahaya. Sedangkan kita jika melihat sesuatu harus ada cahaya. Allah mampu melihat apa saja yang tampak maupun yang tidak tampak. Allah swt. melihat mempunyai makna mengetahui.
Karena Allah mempunyai sifat Bashar maka dapat kita yakini bahwa setiap gerakan kita lakukan akan selalu disaksikan dan diawasi oleh Allah swt. keyakinan demikian itu akan member kesan kepada jiwa, sehingga mendorong setiap manusia untuk senantiasa menjaga dirinya dari perbuatan maksiat kepada-Nya. Senantiasa terdorong untuk berbuat baik dan patuh kepada-Nya. Juga menjauhi segala larangan-Nya. Dan nantinya akan menjadi orang yang bertaqwa.

Maka sepatutnyalah bagi setiap mu'min yang memiliki keyakinan yang benar untuk senantiasa memelihara diri dari setiap perbuatan yang diharamkan, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat setiap perbuatan hamba-Nya

13. Kalam (Berkata-kata)
Allah bersifat Kalam (Berkata-kata). Jadi Allah berbicara sesuai dengan kehendak-Nya. Sifat kalam ini adalah sifat yang dinyatakan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma salaf dan para imam. Allah swt. dalam berbicara tidak menggunakan lidah dan mulut, dan juga tidak mengeluarkan suara seperti makhluk.
Kalamullah tidak hanya menerangkan yang wajib saja namun juga menerangkan tentang yang mustahil. Artinya, Allah mengabarkan kepada hamba-Nya tentang perkara yang tidak berlaku. Dimana, perkara ini ditentang oleh akal.
Kalamullah itu tidak berupa bunyi yang didengar telinga atau lafal-lafal berupa huruf-huruf. Kalamullah itu hanya satu bentuk saja. Yakni hakikat dari Kalamullah itu sendiri. Sedangkan hakikat kalamullah, kita tidak mengetahui secara pasti. Hanya saja makna dan maksudnya dapat kita ketahui melalui Al-Qur’an. Adapun ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an itu sesungguhnya hanyalah terjemahan Kalamullah. Umpamanya kalamullah itu mengandung perintah, ia dinamakan amar. Jika mengandung larangan, maka ia dinamakan nahi.
Sifat mustahil dari kalam adalah Kharasun yang mempunyai arti tidak dapat berbicara. Apabila Allah swt. tidak dapat berbicara maka Al-Qur’an tidak ada. Tetapi kenyataannya kalamullah dapat kita jumpai melalu Al-Qur’an.
Maka sepatutnyalah bagi setiap mu'min yang memiliki keyakinan yang benar untuk senantiasa berzikir kepada Allah dan meperbanyak membaca Al-Qur'an, karena Al-Qur'an adalah Kalamulllah.

14. Qadiran
Arti dari sifat Qadiran adalah Dzat yang Kuasa. Sifat ini mempunyai kesamaan arti dengan sifat Qudrat. Allah swt. berkuasa atas semua makhluk-Nya. Allah swt. berkuasa kepada makhluk-Nya untuk menciptakan dan menghancurkan. Kekuasaan Allah swt. tidak terbatas.
Kekuasaan Allah tidak sama dengan kekuasaan makhluk-Nya, misalnya manusia. Jika manusia menjadi raja maka kekuasaannya hanya sebatas wilayahnya.
Sifat mustahil dari Qadiran adalah ‘Ajzun yang berarti dzat yang lemah. Sifat ini tidak mungkin dimiliki oleh seorang penguasa. Manusia saja jika lemah tidak mungkin dapat menjadi penguasa, apalagi Allah swt. yang mempunyai Kuasa.

15. Muridan
Menurut tata bahasanya sifat Muridan mempunyai kesamaaan arti dengan Iradah yaitu Dzat yang berkehendak. Hakikat dari sifat Muridan ini ialah suatu sifat yang qadim lagi azali. Maksudnya, sifat Allah swt ini tidak ada bermula tetapi tetap berdiri di atas Dzat Allah swt.
Sifat mustahil dari Muridan adalah karihan yaitu Dzat yang terpaksa. Karena Allah swt. adalah Khaliq, sangatlah tidak mungkin kalau Allah swt. dipaksa oleh makhluknya.
16. ‘Aliman
Pengertian dari sifat ‘Aliman hampir sama dengan sifat ‘Ilmu yaitu Dzat yang Mengetahui. Allah swt. mengetahui apa-apa yang ada di langit dan yang ada di dalam bumi. Allah swt. juga mengetahui apa-apa yang tidak diketahui oleh makhluk. Contoh kerahasiaan ruh, sesuatu yang ghaib. Ilmu Allah swt juga diberikan kepada manusia dan makhluk-Nya yang lain.
Ilmu Allah swt. sangatlah luas jika dibandingkan dengan ilmu yang diberikan kepada makhluk-Nya. Pengetahuan Allah swt. tentang sesuatu adalah sangat terperinci dan menyeluruh, dan Allah swt. mengetahuinya satu persatu.
Lawan dari sifat ‘Aliman adalah jahlun. Arti dari jahlun adalah Dzat yang bodoh. Allah swt. tidak mungkin mempunyai sifat yang demikian. Seperti kita ketahui bagaimana Allah swt. menciptakan manusia dari segumpal darah menjadi bentuk yang sempurna. Dari sinilah dapat kita lihat bahwa mustahil Allah swt. bersifat jahilun.

17. Hayyan
Hayyan artinya Dzat yang hidup. Pengertian ini sama dengan sifat Allah swt. yang ke sepuluh yaitu hayat. Allah swt. hidup tanpa bernafas dan Allah swt. tidak terdiri dari empat unsur yaitu tanah, air, api, atau angin. Allah swt. tidak memerlukan itu karena Allah-lah yang menciptakan nafas, air, api, angin, dan nyawa. Karena benda-benda itu diciptakan berarti benda itu bersifat baru.
Jadi tidak mungkin Allah swt. memerlukan makan, minum, nyawa, ataupun nafas karena Allah swt. tidak bersifat baru. Dan yang mempunyai sifat baru ini adalah makhluk seperti kita.
Sifat mustahil bagi Allah swt. yang merupakan lawan dari Hayyan adalah mayyitan yang berarti dzat yang mati. Allah swt. tidak mati, dan tidak tidur. Allah swt. Maha Melihat semua yang manusia kerjakan dan manusia pikirkan. Allah dapat mengetahui semua yang ada dalam hati dan batin kita.
18. Sami’an
Sami'un artinya Dzat yang mendengar. Makna ini hampir sama dengan arti sifat sama’. Allah swt. mendengar tanpa menggunakan telinga atau alat pendengar. Karena Allah swt. tidak sama dengan makhluk.
Allah swt. dapat mendengar sesuatu, baik jauh ataupun dekat, bahkan Allah swt. dapat mendengar sesuatu yang tidak terdengar. Seperti diantaranya Kalamullah. Tidak seperti kita, pendengaran kita berbeda antara mendengar dengan jarak jauh dengan jarak dekat.
Sifat mustahil dari sifat Sami’an adalah ashamma. Arti ashamma adalah dzat yang tuli. Tidak mungkin Allah swt. mempunyai sifat ini. Jika Allah swt. tuli maka Allah swt. tidak akan dapat mengabulkan doa-doa kita. Hal tersebut juga berarti bahwa Allah swt. sama dengan makhluk. Jadi tidak mungkin Allah swt. mempunyai sifat tuli ini karena Allah swt. berbeda dengan makhluk.

19. Bashiran
Bashiran artinya Dzat yang melihat. Sifat ini sama artinya dengan sifat Allah swt. Bashar. Melihatnya Allah berbeda ngan melihat makhluk. Allah melihat tidak dengan mata atau alat melihat. Allah dapat melihat benda-benda yang jauh atau dekat, kecil atau besar, nyata atau ghaib. Sedangkan penglihatan manusia ada batasnya.
Sifat mustahil dari sifat Bashiran ini adalah sifat a’ma. Arti dari a’ma adalah buta. Sifat ini sangatlah tidak mungkin dimiliki oleh Allah swt. karena jika Allah swt. buta, dunia dan seisinya tidak akan ada.
Maka sepatutnyalah bagi setiap mu'min yang memiliki keyakinan yang benar untuk senatiasa memperbanyak rasa malu melakukan dosa dan kelalaian kepada Allah Yang Maha Melihat.

20. Mutakalliman
Mutakalliman artinya Dzat yang berbicara. Sifat ini sesuai dengan sifat Allah yaitu kalam. Allah swt. dapat berkata-kata tidak seperti manusia yang berbicara dengan menggunakan mulut, lafal, dan kalimah. Allah swt. berkata-kata dengan kalamullah.
Sifat mustahil dari sifat Mutakalliman adalah abkama, artinya dzat yang bisu. Tidak mungkin Allah swt. mempunyai sifat yang demikian. Jika Allah bisu maka Allah sama dengan makhluk. Allah swt. adalah Khaliq dan bukan makhluk.


Demikianlah sifat-sifat Allah yang penting yang wajib kita ketahui agar kita tahu mana Tuhan yang asli dan mana yang bukan.
Jika sifat-sifat Tuhan itu kita pahami dan yakini, niscaya kita tidak akan menyembah 3 Tuhan atau Tuhan yang Mati atau Tuhan yang Lemah, dan sebagainya. Kita hanya mau menyembah Allah yang memiliki sifat-sifat di atas dengan sempurna.



Mengapa hanya 20 yang wajib kita pelajari???
Para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah dalam menetapkan konsep sifat 20 tersebut sebenarnya berangkat dari kajian dan penelitian yang mendalam. Ada beberapa alasan ilmiah dan logis yang dikemukakan oleh para ulama tentang latar belakang konsep wajibnya mengetahui sifat 20 yang wajib bagi Allah, antara lain:
1. Setiap orang yang beriman harus meyakini bahwa Allah SWT wajib memiliki semua sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan-Nya. Ia harus meyakini bahwa Allah mustahil memiliki sifat kekurangan yang tidak layak bagi keagungan-Nya. Ia harus meyakini pula bahwa Allah boleh melakukan atau meninggalkan segala sesuatu yang bersifat mungkin seperti menciptakan, mematikan, menghidupkan dan lain-lain. Demikian ini adalah keyakinan formal yang harus tertanam dengan kuat dalam hati sanubari setiap orang yang beriman.
2. Para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah sebenarnya tidak membatasi sifat-sifat kesempurnaan Allah dalam 20 sifat. Bahkan setiap sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sudah barang tentu Allah wajib memiliki sifat tersebut, sehingga sifat-sifat Allah itu sebenarnya tidak terbatas pada 99 saja sebagaimana dikatakan al-Imam al-Hafizh al-Baihaqi: Sabda Nabi Saw: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan Nama”, tidak menafikan nama-nama selainnya. Nabi Saw hanya bermaksud –wallahu a’lam-, bahwa barangsiapa yang memenuhi pesan-pesan sembilan puluh sembilan nama tersebut akan dijamin masuk surga. (al-Baihaqi, al-I’tiqad ‘ana Madzhab al-Salaf, hal. 14).
3. Para ulama membagi sifat-sifat khabariyyah, yaitu sifat-sifat Allah yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits seperti yang terdapat dalam al-Asma’ al-Husna, terbagi menjadi dua. Pertama, Shifat al-Dzat, yaitu sifat-sifat yang ada pada Dzat Allah SWT, yang antara lain adalah sifat dua puluh. Dan kedua, Shifat al-Af’al, yaitu sifat-sifat yang sebenarnya adalah perbuatan Allah SWT, seperti sifat al-Razzaq, al-Mu’thi, al-Mani’, al-Muhyi, al-Mumit, al-Khaliq dan lain-lain. Perbedaan antara keduanya, Shifat al-Dzat merupakan sifat-sifat yang menjadi Syarth al-Uluhiyyah, yaitu syarat mutlak ketuhanan Allah, sehingga ketika Shifat al-Dzat itu wajib bagi Allah, maka kebalikan dari sifat tersebut adalah mustahil bagi Allah. Sebagai contoh, misalhnya ketika Allah SWT bersifat baqa’ (kekal), maka Allah SWT mustahil bersifat kebalikannya, yaitu fana’.
4. Dari sekian banyak Shifat al-Dzat yang ada, sifat dua puluh dianggap cukup dalam mengantarkan seorang Muslim pada keyakinan bahwa Allah memiliki segala sifat kesempurnaan dan Maha Suci dari segala sifat kekurangan. Di samping substansi sebagian besar Shifat al-Dzat yang ada sudah ter-cover dalam sifat dua puluh tersebut yang ditetapkan berdasarkan dalil al-Qur’an, sunnah dan dalil ‘aqli.
5. Sifat dua puluh tersebut dianggap cukup dalam membentengi akidah seseorang dari pemahaman yang keliru tentang Allah SWT.




Kenapa sifat 20 Allah wajib dipercaya???
Karena dengan adanya sifat 20 tersebut, dapat membuat kita selaku orang yang beriman untuk mempertebal keyakinan kita kepada Allah SWT. Menjadikan diri kita semua menjadi lebih mengenal pada Allah, karena kita sudah mengetahui sifatnya. Menjauhkan diri dari kesesatan.

Related Posts by Categories

1 komentar :

Artikelnya menarik Kak, ini saya juga punya Artikel tentang 20 Sifat Wajib dan Mustahil bagi Allah, semoga dapat saling melengkapi

20 Sifat Wajib dan Mustahil bagi Allah (Beserta Dalil)

Posting Komentar

Thanks for your commentar

Domain Murah

indonetmedia