Rabu, 16 November 2011

I'jazul Qur'an


2. 1 Pengertian I’jazul Quran
Secara bahasa kata i’jaz diambil dari kata ‘ajzu yang berarti lemah. I’jaz dapatpula diartikan sebagai kemu’jizatan, yaitu sesuatu yang dapat melemahkan, yangmembuat sesuatu atau pihak lain tak berdaya. Pada dasarnya al-Mu’jiz (yangmelemahkan) itu adalah Allah Swt; yang menyebabkan selainnya lemah sebagaibentuk mubalaghah (penegasan) kebenaran berita mengenai betapa lemahnya orangorangyang didatangi Rasul untuk menentang mu’jiz tersebut.1
Sesuatu yang dinamakan mu’jizat (melemahkan) karena manusia lemah untukmendatangkan yang sama dengannya atau saingannya, sebab mu’jizat memangdatang berupa hal-hal yang bertentang dengan adat, keluar dari batas-batas factor yang telah diketahui dan dipahami oleh manusia. Hal-hal luar bisaa itu hanya bisaditunjukkan oleh Allah2.
I’jazul Quran (kemu’jizatan al-Qur’an) ialah kekuatan, keunggulan dankeistimewaan yang dimiliki al-Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia, baiksecara berpisah-pisah maupun berkelompok, untuk bisa mendatangkan sesuatu ataumenyamainya.Yang dimaksud dengan kemu’jizatan al-Qur’an bukan berartimelemahkan manusia dengan pengertian melEmahkan yang sebenarnya.Artinyamemberi pengertian kepada mereka tentang kelemahan mereka untuk mendatangkansesuatu yang sejenis dengan al-Qur’an.menjelaskan bahwa kitab al-Quran ini haq,dan Rasul yang membawanya adalah Rasul yang benar3.
Menurut para mutakillimin, mu’jizat adalah sesuatu yang berbeda dengan adatkebisaaan yang terjadi di dunia untuk menunjukkan kebenaran kenabian para Nabi.At-Thusi mendefenisikan mu’jizat sebagai terjadinya sesuatu yang tidak bisaa terjadi,atau terjadinya sesuatu yang menggugurkan sesuatu yang bisaa terjadi yang disertaidengan perombakan adat kebisaaan sesuai dengan tuntunan.4

Al-Qur’an adalah mu’jizat terbesar yang diberikan Allah Swt kepada NabiMuhammad Saw.Ini dapat disaksikan oleh seluruh umat manusia sepanjang masadan memang beliau diutus oleh Allah untuk keselamatan seluruh manusia.Allahmenjamin keselamatan dan kemurnian al-Quran sesuai dengan firman-Nya,“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an dan Kami pula yangmenjaganya” (QS. Al-Hijr:9).
Kemu’jizatan al-Qur’an antara lain terletak pada segi fashahah danbalaghahnya, susunan dan gaya bahasanya, serta isinya yang tiada tandingannya. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya sengaja menantang seluruh manusai dan jin untukmembuat yang serupadengan al-Qur’anAlah berfirman:


Artinya: Katakanlah sesungguhnya bila manusia dan jin berkumpul untuk membuat(sesuatu) yang serupa dengan al-Qur’an, niscaya mereka tidak akan dapat membuatyang serupa dengan dia sekalippun sebagian mereka menjadi penolong yang lain(QS. Al-Israa’:88).

Al-Qur’an adalah mu’jizat dan Allah menunjukkan kelemahan orang Arabuntuk menandingi al-Qur’an padahal mereka memiliki faktor-faktor dan potensiuntuk itu. Ini adalah merupakan bukti tersendiri bagi kelemahan bahasa Arab di masabahasa ini berada puncak kejayaannya.6
Syaikh Muhammad Abduh dalam kitabnya Risalauah Tauhid menerangkanbagaimanadan kemauan bahasa serta sastra Arab pada masa turunnya al-Qur’an yaitual-Qur’an diturunkan pada suatu masa dimana pada masa itu banyak sekali terdapatahli-ahli pidato yang menguasai ilmu retorika dengan bagus. Kemudian ia berkatamengenai mengenai tantangan al-Qur’anterhadap ahli sastra tersebut; ”Benarlahbahwa al-Qur’an itu suatu mu’jizat. Telah berlalu masa yang panjang, telah silihberganti datangnya angkatan demi angkatan, tantangan al-Qur’an tetap berlaku,tetapi tak seorangpun yang dapat menjawabnya .Semua kembali dengan tanganhampa karena lemah dan tiada berdaya. Bukankah lahirnya kitab al-Qur’an inidibawa oleh seorang Nabi yang buta huruf (ummi), suatu mu’jizat yang terbesaryang dapat membuktikan bahwa ia bukan buatan manusia, memang sebenarnyalahia mu’jizat untuk membuktikan Nabi Muhammad yang terpancar dari ilmu Ilahi”

Mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw dan kepada Nabi-Nabiyang lain ada dua jenis: hissi dan maknawi. Yang hissi, yaitu mu’jizat yang dapatdilihat oleh mata, didengar,dirasa, dan ditangkap oleh panca indra. Ia sengajaditunjukkan kepada manusia yang tak mampu menggunakan akal pikiran dankecerdasannya untuk menangkap keluarbisaaan Allah. Yang maknawi (‘aqliyah), yaitu mu’jizatyang tidak dapat dicapai dengan kekuatan pancaindra semata, tapi harus dicapaidengan kekuatan dan kecerdasan akal pikiran.Hanya orang-orang yang mempunyaiakal sehat dan kecerdasan yang tinggi, mempunyai hati nurani serta berbudi luhursajalah yang mampu menangkap dan memahami kebesaran mu’jizat model ini.Kedua jenis ini diberikan kepada Nabi Muhammad dan al-Qur’anmengandung keduanya.Bahkan yang maknawi lebih besar porsinya dibanding dengan yang hissi.Al-Qur’an memang dipersiapkan untuk menghadapi danmemgendalikan segala zaman.
Misteri-misteri yang berhasil disingkapi oleh ilmu pengetahuan modernhanyalahmerupakan sebagian kecil dari fenomena alam. Hakikat-hakikat yang tinggiyang terkandung dalam misteri alam merupakan bukti eksistensi Sang Pencipta sang perencanaanNya. Itulah yang dikemukakandan diisyararatkan oleh al-Qur’an secaraglobal.


2.2 Konsep Sharfah
Kemukjizatan al-Qur’an itu pada umumnya terletak pada informasi-informasi gaibnya, ilustrasi dan formulasi kebahasaannya.Inilah pendapat para ulama secara umum. Akan tetapi, sebagian ulama Mu’tazilah, yakni Abu Ishaq Ibrahim bin Sayyar al-Nazam dan para pengikutnya berpendapat bahwa kemu’jizatan al-Qur’an itu bukan terletak pada faktor-faktor tersebut, tetapi justru karena Allah mengalihkan perhatian bangsa Arab agar tidak menandingi al-Qur’an, padahal mereka mampu untuk melaksanakannya. Inilah yang dalam istilah mereka disebut sebagai sharfah. Dengan demikian, kemu’jizatan al-Qur’an itu bukan karena al-Qur’an sendiri, tetapi karena faktor kekuatan lain di luar al-Qur’an yang menjaga ketat al-Qur’an itu sehingga bangsa Arab tidak dapat melakukan revitalis terhadapnya, walaupun pada dasarnya mereka mampu melakukannya. Pernyataan ini didasarkan pada kesimpulan logika bahwa orang yang mampu menyusun satu atau dua kalimat yang baik, niscaya akan mampu menyusun lebih banyak daripada itu.
Sementara itu, Abu Hasan ‘Ali ibn Isa al’Rumani, juga seorang tokoh besar dari Mu’tazilah, melihat lebih jauh, yakni bahwa Allah mengalihkan perhatian umat manusia sehingga mereka tidak mempunyai keinginan menyusun suatu karya untuk menandingini al-Qur’an dan membuat orang tidak tertarik melakukan revitalis terhadap kitab suci ini sudah merupakan sesuatu yang luar bisaa.
Dengan demikian, menurut kedua tokoh Mu’tazilah ini, kemu’jizatan al-Qur’an itu terletak pada faktor lain diluar al-Qur’an sendiri. Yakni, bahwa Allah melarang umat manusia melahirkan karya setingkat al-Qur’an, padahal di antara mereka ada yang mampu melakukannya.Demikian kesimpulan al-Baqilani terhadap kedua tokoh di atas.
Pendapat tokoh-tokoh besar Mu’tazilah itu tidak terlepas dari penghargaan mereka terhadap kemampuan akal manusia.Tetapi pendapat di atas dikritik keras oleh para ulama di luar mu’tazilah, dan juga dari sebagain ulama Mu’tazilah sendiri yang melihat kemu’jizatan al-Qur’an dari sudut informasi-informasi ajarannya, ilustrasi dan kebahasaannya.
Secara rinci al-Zarkasi mengemukakan kelemahan argumentasi al-Nazham dan al-Rumani di atas, yaitu :
1. Firman Allah pada surah al-Israa ayat 88 memperlihatkan kelemahan bangsa Arab menyusun karya besar yang sejajar dengan al-Qur’an. Dan kalau Allah yang melarang mereka, maka mu’jiz (melemahkan) itu bukanlah al-Qur’an, tapi justru Allah sendiri. Padahal ayat itu menentang mereka menyusun karya sejajar dengan al-Qur’an, bukan untuk menandingi kebesaran Tuhan.
2. Bahwa kemu’jizatan al-Qur’an terhadap masyarakat Arab saat itu berupa karya spesifik, yaitu dari segi dan pembahasannya belaka, mungkin saja mereka mampu, tetapi dari segi isi dan ilustrasinya, mereka sangat mengalami kesukaran dan tidak akan mampu.
3. Al-Qur’an mengemukakan hal-hal gaib yang akan terjadi pada masa yang akan dating dalam kehidupan dunia ini, disamping berita-berita alam akhirat yang akan dialami umat manusia kelak. Segala yang dikemukakan al-Qur’an tersebut, kemudian terbukti dalam perjalanan hidup manusia ini. Seperti Allah menceritakan bahwa umat islam akan menjadi adikuasa di dunia ini yang dikemukakan dalam sura al-Nur ayat 55, dan telah terjadi pada puncak kejayaan Abbasiyah dan pada masa tiga kerajaan besar Mughal, Safawi dan Turki Usmani antara abad 15-17 M. Al-Qur’an juga menceritakan kerajaan Romawi Timur akan hancur, yang dikemukakan pada surah al-Rum ayat 1-2. Ini terbukti pada abad 14 M, pasca Abbasiyah, pada masa kekuasaan turki usmani.
4. Al-Qur’an juga mengemukakan kisah-kisah lama yang tidak terangkat dalam cerita-cerita rakyat arab, seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Musa dan Harun, serta kisah-kisah nabi lain dan perlawanan masyarakatnya terhadap dakwah mereka, dan akibat-akibat dari perlawanan tersebut.
Dari beberapa karakter inilah yang memperkuat alasan bahwa kemu’jizatan al-Qur’an bukan terletak pada kekuasaan Allah, tapi justru Karena al-Qur’an sendiri yang mempunyai kekuasaan sedemikian rupa, sehingga masyarakat arab tidak mampu menciptakan karya yang setara. Sebab itu, pernyataan orang-orang mu’tazilah yang menyetarakan al-Qur’an dengan buku al-Durar dan al-Talamiyah karya ibnu al-Muqaffa’ adalah pernyataan yang sangat keliru dan sesat.Kedua karya tersebut menurut al-Baiqilani amat jauh dibandingkan dengan al-Qur’an dari segi isi, ilustarsi, dan pembahasannya.
2.3 Macam-macam Mu’jizat
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu:
a. Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini diderivasikan pada kekuatan yang muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang lain. Bahkan secara umum bila melihat komentar Imam Jalaludin as-Suyuthi, dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan mukjizat yang ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik.Beliau menambahkan hal itu dikarenakan atas lemah dan keterbelakangan tingkat intelegensi bani Israil.
b. Mukjizat Rasional (‘aqliyah)
Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional.Dalam kasus al-Quran sebagai mukjizat nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini bisa abadi sampai hari Qiamat.Jalaludin as-Suyuthi kembali berkomentar, bahwa sebab yang melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat nabi Muhammad adalah keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang intelektual.Beliau menambahkan, oleh karena itu al-Quran adalam mukjizat rasional, maka sisi i’jaznya hanya bisa diketahui dengan kemampuan intelektual, lain halnya dengan mukjizat fisik yang bisa diketahui dengan instrument indrawi.Meskipun al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugrahkan Allah kepadanya utnuk memperkuat dakwahnya.

2.4 Segi-segi Kemukjizatan Al-Qur’an
a. Segi bahasa dan susunan redaksinya
Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan sesudah mereka dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah). Mereka juga telah merambah jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta kelancaran logika.
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah al-Quran menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak bisa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuaisi, syi’ir atau prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai oleh selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika dihadapkan dengan al-Quran.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang tidak mampu oleh seorang pun, sementara sarana-sarana yang diperlukan secara berlimpah, sedang motivasi juga kuat, maka itu menandakan adanya ketidakmampuan dikerjakannya pekerjaan itu.Dan apabila hal itu telah terbukti, serta kita tahu bangsa Arab telah ditantang al-Quran namun tak mampu menjawabnya, meskipun mereka sangat ingin melakukannya dan memilki sarana yangkuat untuk itu.Maka tahulah kita bahwa tantangan itu merupakan tantangan yang tidak mampu mereka layani.
Selanjutnya apabila ketidakmampuan bangsa Arab telah terbukti sedangkan mereka jago dalam bidang bahasa dan sastra, maka terbukti pulalah kemukjizatan al-Quran dalam segi bahasa dan sastra dan itu merupakan argumenatasi terhadap mereka maupun terhadap kaum-kaum selain mereka.Sebab dipahami bahwa apabila sebuah pekerjaan tidak bisa dilakukan oleh mereka yang ahli dalam bidangnya tentunya semakin jauh lagi kemustahilan itu bisa dilakukan oleh mereka yang tidak ahli dibidangnya.
Berkaitan dengan masalah pembuktian akan ketidakmampuan bangsa Arab untuk menyaingi al-Quran para ulama banyak memberikan komentar yang mengisyaratkan adanya perbedaan tentang ihwal ketidakmampuan itu bisa terjadi. Secara umum pendapat ulama dalam masalah sebab terjadinya fenomena ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi al-Quran ada dua pendapat, yaitu:
1. Muncul dari factor i’jaz yang terkait dan inheren dalam al-Quran
2. Muncul dari luar al-Quran dengan adanya kesengajaan Allah untuk melemahkan orang Arab secara intelektual (sharfah).

b. Segi isyarat ilmiah
Pemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyyah adalah dorongan serta stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya.Al-Quran memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulatan pemikiran ilmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya yang malah cenderung restriktif. Pada akhirnya teori ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu koheheren dengan al-Quran. Al-Quran dalam mengemukakan dalil-dalil, argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagaiannya baru terungkap pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini. Diantaranya adalah :
1. “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30). Dalam ayat ini terdapat isyarat ilmiah tentang sejarah tata surya dan asal mulanya yang padu, kemudian terpisah-pisahnya benda-benda langit (planet-planet), sebagian dari yang lain secara gradual. Begitu juga di dalamnya terdapat isyarat tentang asal-usul kehidupan yaitu dari air.
2. “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22) ayat ini meberikan isyarat tentang peran angin dalam turunnya hujan begitu juga tentang pembuahan serbuk bunga tumbuh-tumbuhan.
3. “Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka,” (QS. Al-Zalzalah: 6) adanyana pemeliharaan dan pengabadian segala macam perbuatan manusia di dunia. Dan jika ini dapat dilakukan manusia, maka pastilah itu jauh lebih mudah bagi Allah.
4. “Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.” (QS. Al-Qiyamah: 4) dianatara kepelikan penciptaan manusia adalah sidik jarinya. Ayat ini menyebtkan kenyataan ilmiah bahwa tidak ada jari-jari tangan seorang manusia yang bersidik jari yang sama dengan manusia yang lainnya

c. Segi pemberitaan yang ghaib
Surat-surat dalam al-Quran mencakup banyak berita tentang hal ghaib.Kapabilitas al-Quran dalam memberikan informasi-informasi tentang hal-hal yang ghaib seakan menjadi prasyarat utama penopang eksistensinya sebagai kitab mukjizat. Akan tetapi pemberian informasi akan segala hal yang ghaib tidak memonopoli seuruh aspek kemukjizatan al-Quran itu sendiri. Diantara contohnya adalah:
a. Keghaiban masa lampau. Al-Quran sangat jelas dan fasih sekali dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah nabi Musa: Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”.(QS. Al-baqarah: 67) Kisah Fir’aun: Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qoshosh: 4)
b. Keghaiban masa sekarang. Terbukanya niat busuk orang munafik di masa rasulullah. Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.(QS. Al-Baqoroh: 204)
c. Keghaiban masa yang akan datang. Ghulibatir ruum.Fii adnal ‘ardhii wahum min ba’di ghalibiin sayaghlibun fi bid’i sinin.telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman.(QS. Ar-Rum 2-4)

d. Segi petunjuk penetapan hukum syara’
Diantara hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa al-Quran adalah wahyu Allah, adalah terkandungnya syari’at paling ideal bagi umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Quran untuk mengatur kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Antara lain contohnya :
a. Keadilan. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An-nahl: 90)
b. Mencegah pertumpahan darah. “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”
c. Pertahanan untuk menghancurkan fitnah dan agresi. “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 193)

Related Posts by Categories

0 komentar :

Posting Komentar

Thanks for your commentar

Domain Murah

indonetmedia